Golkar-Gerindra Bersitegang soal Kebijakan LPG 3 Kg, Koalisi Mulai Retak?
updatemakassar.com – Hubungan antara Partai Golkar dan Partai Gerindra di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tengah mengalami dinamika setelah polemik kebijakan larangan pengecer menjual LPG 3 kg mencuat ke publik.
Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menegaskan bahwa kebijakan tersebut bukan berasal dari Presiden Prabowo. Ia menuding kebijakan itu berasal dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, yang juga merupakan Ketua Umum Partai Golkar.
“Sebenarnya ini bukan kebijakan dari Presiden, Presiden turun tangan untuk menginstruksikan agar para pengecer bisa berjalan kembali,” ujar Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (4/2/2025).
Pernyataan ini memicu spekulasi bahwa Prabowo berupaya menjaga citranya dengan melepaskan tanggung jawab atas kebijakan yang menuai kritik dari masyarakat. Namun, Golkar tidak tinggal diam. Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia, membantah bahwa kebijakan itu diambil tanpa sepengetahuan Presiden.
“Semua menteri, bukan hanya dari Golkar, tidak mungkin membuat kebijakan tanpa sepengetahuan Presiden. Tidak mungkin,” tegas Doli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (6/2/2025).
Menurutnya, kebijakan Bahlil bertujuan baik untuk mengatur tata niaga distribusi LPG 3 kg agar lebih tertata. “Yang dilakukan kemarin itu sebetulnya baik. Artinya, yang mau diatur adalah tata niaga gas elpiji 3 kg. Bahwa kemudian ada dinamika dan tanggapan dari publik, itu hal yang biasa,” jelasnya.
Di balik polemik ini, muncul spekulasi bahwa ketegangan antara Golkar dan Gerindra dapat berdampak pada stabilitas koalisi. Prabowo menginginkan kabinet yang harmonis dan loyal, sehingga perbedaan pandangan ini berpotensi menimbulkan tekanan politik lebih besar terhadap Golkar.
Sementara itu, Dasco memastikan bahwa stok LPG 3 kg tetap aman dan tidak terjadi kelangkaan. “Stok tidak langka, stok ada, stok terkonfirmasi tidak langka,” katanya.
Publik kini bertanya-tanya, apakah pernyataan ini cukup untuk meredam ketegangan antara dua partai besar dalam koalisi? Ataukah ini menjadi awal dari dinamika politik yang lebih besar di kabinet Prabowo-Gibran? Hanya waktu yang akan menjawab.